Rabu, 08 Oktober 2014

Song lyric Lindsay Lohan - Confessions Of A Broken Heart (with indonesian translate)

Gue mau share lagunya Lindsay yang pas banget buat suasana hidup gue saat ini.
Cekidott!

I wait for the postman to bring me a letter
Aku menunggu Tukang Pos untuk membawakanku surat
I wait for the good Lord to make me feel better
Aku menunggu Tuhan yang baik untuk membuatku merasa lebih baik
And I carry the weight of the world on my shoulders
Dan aku memikul beban dunia di pundakku
A family in crisis that only grows older
Sebuah keluarga krisis yang hanya menua

Why’d you have to go
Kenapa kau pergi
Why’d you have to go
Kenapa kau pergi
Why’d you have to go
Kenapa kau pergi

Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
I am broken but I am hoping
Aku hancur tapi aku berharap
Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
I am crying, a part of me is dying and
Aku menangis, bagian dari diriku mati dan
These are, these are
Ini adalah, ini adalah
The confessions of a broken heart
Pengakuan-pengakuan patah hati

And I wear all your old clothes, your polo sweater
Dan aku pakai semua pakaian lamamu, sweater polomu
I dream of another you
Aku memimpikan dirimu yang lain
The one who would never (never)
Seseorang yang tidak akan pernah (tidak pernah)
Leave me alone to pick up the pieces
Meninggalkanku sendiri untuk mengambil bagian-bagian
A daddy to hold me, that’s what I needed
Pelukan seorang ayah, itu yang kubutuhkan

So why’d you have to go
Lalu kenapa kau pergi?
Why’d you have to go
Kenapa kau pergi?
Why’d you have to go!!
Kenapa kau pergi?

Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
I don’t know you, but I still want to
Aku tak mengenalmu, tapi aku masih mau mengenalmu
Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
Tell me the truth, did you ever love me
Beritahu aku kebenaran, apakah kau pernah menyayangiku?
Cause these are, these are
Karna ini adalah, ini adalah
The confessions of a broken heart
Pengakuan-pengakuan patah hati

I love you
Aku menyayangimu
I love you
Aku menyayangimu
I love you
Aku menyayangimu
I..
Aku..
I love you!!
Aku menyayangimu

Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
I don’t know you, but I still want to
Aku tak mengenalmu, tapi aku masih mau mengenalmu
Daughter to father, daughter to father
Putri kepada ayah, putri kepada ayah
Tell me the truth...
Beritahu aku kebenaran
Did you ever love me!!!?
Apakah kau pernah menyayangiku?
Did you ever love me?
Apakah kau pernah menyayangiku?
These are..
Ini adalah..
The confessions...of a broken heart
Pengakuan-pengakuan patah hati

Ohhh....yeah

I wait for the postman to bring me a letter..
Aku menunggu Tukang Pos untuk membawakanku surat


Sabtu, 04 Oktober 2014

my home, my little city, my new adventure

       Hallo everybody. Sekarang lagi malem takbiran, dari pada kelayapan di jalan yang super duper macetnya yang cuma bisa bikin pegel bawa motor. Mendingan gue nangkring di atas genteng sambil kelayapan di dumay.
      Sedikit curhatan kecil. Gue dikota orang ini gapunya keluarga selain kakaknya bokap gue berserta anak dan suaminya. Sebagian besar keluarga gue semuanya di Jakarta. Gue disini karena ngikut bokap, ninggalin fasilitas serba ada di Jakarta. Sehubung gue anak tunggal dari tunggal bersaudara dan cucu pertama dari nyokapnya nyokap gue, bisa kebayangkan gimana gue disayangnya. Sebenernya banyak penyesalan kenapa gue harus di pindahin ke kota orang ini, yakeles gue jadi anak rantauan. Dari cara hidup dan pola pikir yang beda jauh banget sama penduduk disini, ya gue mah usaha beradaptasi aja. Gue sekarang stay di Maluku Utara, tepatnya di Ternate <3

      Disini tuh tempatnya pas banget, kalo bagi kalian yang pengen refreshing di kota yang jauh dari keramaian tapi tetap berkembang layaknya kota-kota besar, Ternate lah tempatnya! Pemandangannya yang indah, lautnya yang jernih, udara paginya yang sejuk. Nyesel bagi kalian yang belom pernah kesini.
Nih.. Lu liat aja pantainya yang jernih banget serasa perahunya melayang sendiri.



      Cuma satu yang gue nyeselin dari pertama pindah ke Ternate, gue ga bisa berenang kawaaaaan -_-
      

     Udah belajar renang sampe les renang dari kelas 4 SD. Tapi hasilnya nihil cooy , dan finally gue nyerah! Nah! pantai ini namanya Pantai Sulamadaha, cocok banget buat kalian yang suka diving. Terumbu karangnya masih bagus banget, sama banyak ikan-ikannya.
Santapan khas Ternate favorite gue cuma Gohu Ikan. Makananya mirip-mirip makanan jepang. Ikan mentah yang dipakein bumbu-bumbu yang gue juga ga tau detailnya pake bumbu apaan. Tapi rasanya Coooy! gileee , nambah terus kalo makan gituan. You must try the food kawan.
Kalo mau tau lebih jelasnya lagi tentang Ternate.. Lu mesti dateng langsung kesini. Dijamin gabakalan rugi dan pastinya lu bakalan nemuin pengalaman berharga banget disini. Dan kalian yang mau ke sini, jangan lupa ngehubungin gue. Ntar gue yang jadi pemandu kalian. MAluku, Salam Satu Darah!


Senin, 29 September 2014

Jika Aku Tak Berbeda Seperti Yang Kau Bilang



Di ujung malam seperti ini, perempuan pada umumnya sudah berada di tempat tidur. Menarik selimutnya sampai menutup bahu untuk menghindari dingin malam yang mencekam atau dinginnya air conditioner kamar. Ini salahku jika sampai saat ini aku belum terpejam, aku selalu sulit mencari kantuk. Entah mengapa sulitnya mencari kantuk sama seperti sulitnya memahami keinginanmu.

Saat menulis ini, aku habis memerhatikan isi kicauanmu bersama seseorang yang tak kukenal. Seseorang yang tampak mesra denganmu, dalam tutur kata, entah dalam dunia nyata. Aku menebak-nebak dan karena teka-teki itulah aku jadi terlukaparah. Seharusnya tak perlu kuikuti rasa keingintahuanku. Tak perlu lagi kucari-cari kabarmu dari sudut dunia maya itu, tempat segala kemesraan bisa terjalin tanpa kutahu, apakah itu nyata atau drama belaka.

Begitu cepat kau dapat yang baru, sayang. Sementara disini, aku masih menunggu kamu pulang. Aku tak temukan tangis dalam hari-harimu, nampaknya setelah perpisahan kita, kamu terlihat baik-baik saja. Tak ada luka. Tak ada kegalauan. Tak ada duka. Kamu masih bisa tertawa, aku tak tau lelaki macam apa yang dulu pernah kucintai dengan sangat hati-hati.

Hampir setiap malam atau bahkan setiap saat, aku masih sering merindukanmu. Mengingat betapa dulu kita pernah baik-baik saja. Aku pernah kaubahagiakan, kau beri senyuman, kaubuat tertawa, juga terluka. Pada pertemuan kita belasan minggu yang lalu, kamu menggenggam jemariku seakan memberitahu bahwa kamu tak ingin melepaskanku. Kamu menatap mataku sangat dalam bahkan tak menggubris blackberry-mu yang penuh dengan chat dan panggilan. Saat itu, aku merasa begitu spesial, dengan begitu penting bagimu. Dan, inilah salahku, mengharapkanmu yang terlalu tinggi.

Jujur, mungkin memang saat ini aku tak lagi mencintaimu. Tapi, sisa-sisa sakit itu masih ada. Aku belum bisa menerimamu menjauh tiba-tiba seperti itu. Mengapa aku tak bisa menerima semua secepat kamu menerima perpisahan kita? Karena, kamulah yang meninggalkanku lebih dulu, menuduhku punya banyak orang yang bisa kujadikan pelarian, mendakwa aku yang berkhianat. Sayang, sungguh aku tak paham maumu. Apa matamu begitu buta untuk melihat bahwa dulu, waktu masih bersamamu, hanya kaulah satu-satunya yang ku perjuangkan dan kuharapkan?

Ingat, kamu pernah bilang bahwa kamu mencintaiku seutuhnya. Sebagai perempuan yang terlalu senang diberi harapan, aku tersenyum sambil memainkan rambutmu. Aku bersandar dibahumu, sementara tatapan matamu kembali sibuk dengan blackberry kesayanganmu. Kamu merangkulku sembari jemari kirimu membalas chat dari teman-temanmu. Kamu tau apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku tak pernah ingin kehilangan kamu, bahkan membayangkannya aku terlalu takut.

Malamnya, semua kebersamaan manis kita, yang kuingin bisa lebih lama itu, berakhir hanya dengan percakapan beberapa menit. Tiba-tiba, kaubilang aku ini berbeda. Tiba-tiba kaubilang aku terlalu sempurna untukmu. Tiba-tiba kaukatakan bahwa semua tak bisa lagi kita jalani. Kenapa baru sekarang kamu ucapkan bahwa kebersamaan kita tak akan bertahan lama? Selama ini kamu kemana? Selama kamu begitu rajin bilang cinta dan rindu.

Jika aku tak berbeda seperti yang kau bilang, apakah kauakan mencintaiku sedalam aku mencintaimu?

THE END

Wanita Cerdas Tak Pernah Menyesal



Ah..
Sebenarnya aku tidak mengenalmu
Siapa kamu
Dan berapa umurmu
Tapi...
Aku tak terlalu memerdulikan itu

Kaudengar
Kamu sudah menjadi pilihan terakhir mantan kekasihku
Astaga!
Mengapa mulutmu menganga?
Jadi...
Kamu terpanjat ketika tahu dia pernah jadi kekasihku?
Sudahlah...
Tutup saja mulutmu dengan telapak tanganmu
Lalu...
Dengarkan ceritaku

Tentu saja
Aku lebih dulu mengenal dia daripada kamu mengenalnya
Sudah pasti
Aku lebih tahu bagaimana dirinya

Mungkin
Dia pernah bercerita tentangku padamu
Aku bisa menebak bagaimana wajahnya yang manis itu tiba-tiba merah padam
Aku mampu membayangkan matanya yang indah tiba-tiba terbelalak
Aku bisa merasakan amarahnya dari sini
Aku masih sanggup merasakan debar jantungnya yang mulai berdegup

Sebenarnya...
Dia pria yang baik
Dia manis dan cukup romantis
Tapi...
Entah mengapa ada hal asing dalam dirinya yang sulit kuterima dan kumengerti
Mungkin...
Kaubisa lebih mengerti
Mungkin...
Kaubisa menerjemahkan keasingan itu menjadi suatu kelaziman

Bagaimana kabarnya sekarang?
Apakah napasnya masih terengah-engah ketika ia sangat berantusias?
Masihkah bahunya kuat ketika tubuhmu bersandar disitu?
Aku tahu kalian pasti sangat bahagia
Walaupun mungkin saja tebakanku salah

Sinar matanya pasti semakin hangat
Ingatanku masih belum mampu melupakan kilatan halus dimatanya
Suaranya masih terus menderu
Halus dan lembut saat ia memanggil namaku dulu
Tolong jangan cemberut atau menangis!
Semua terjadi dimasalalu
Dan lihatlah pada dirimu
Sekarang kamu memiliki dia
Sekarang aku kehilangan dia
Kamu masa depannya
Aku masa lalunya

Aku yakin
Dia pasti sangat mencintaimu
Karena ibunya juga mencintaimu sangat penuh
Kamu dipilih langsung oleh ibunya
Untuk menjadi kekasihnya
Aku dipilih langsung oleh ibunya
Untuk mengakhiri semua yang telah terbentuk
Mimpi yang kurancang dengan hampir sempurnya
Istana yang kubuat bersamanya hampir selesai
Tapi...
Semua terpaksa hancur
Semua terpaksa lebur
Aku tidak menyalahkan kamu
Telah terjadi bukan berarti akan berlanjut dan memiliki akhir yang indah
Semua memang hanya mimpi
Kenyataannya...
Kamulah yang menjadi takdirnya
Kamulah yang memiliki hatinya

Kau takperlu tahu bagaimana hubunganku dengan hubungannya berakhir
Yang jelas semua sulit diterima akal sehat
Semua berakhir dalam keterpaksaan
Mungkin ada keterpaksaan juga saat ia memelukmu dengan erat
Mungkin ada keterpaksaan juga saat ia berbicara cinta padamu

Kaubisa miliki raga dan tubuhnya
Tapi...
Kau tidak bisa miliki jalan hidupnya

Semoga hanya aku yang tahu cacat dalam dirinya
Semoga hanya aku yang mengerti keindahan dalam tuturnya

Kali ini...
Kamu pasti menangis
Kamu pasti menyesal
Wanita cerdas tak pernah menyesal
Seperti aku tak pernah menyesal mencintai dia
Seperti aku yang tak pernah menyesal membangun mimpi bersamanya

Aku Ingin Kebahagiaanmu Terjamin Olehnya



Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tau bahwa pada akhirnya aku akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku bisa. Tapi, kautau, aku adalah wanita yang tidak kuat menahan kesedihan. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu meneguhkan langkahku.

Kamu pasti tau seberapa dalam perasaanku padamu dan betapa aku takut perbedaan aku dan kamu menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini, tapi ternyata yang begitu tak ingin kau pikirkan pada akhirnya terpaksa masuk otakku. Aku dan kamu tak lagi seperti dulu. Sapanya tak lagi sehangat dulu, senyumnya tak semanis dulu, dan tawanya tak serenyah dulu. Aku tak tak tau perubahan macam apa yang membuatmu begitu berbeda.

Tak mungkin kau tak paham bahwa aku jatuh cinta padamu. Aku terlalu banyak diam dan memendam, mungkin disitu kesalahanku. Terlalu egois mengatakan dan terlalu takut mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa dan tak bisa mengkambinghitamkan siapa pun. Bukankah dalam cinta tak pernah ada yang salah ?

Mengetahui kenyataan yang mencekam seperti itu, aku jadi malas tersenyum dan berbicara banyak tentang perasaanku pada orang lain. Aku malah semakin belajar menutup rapat-rapat  mulutku pada setiap perasaan yang minta di ledakkan lewat curhat-curhat kecil.

Berbahagialah kamu bersama dia. Setiap melihatmu dengan dia, aku berusaha meyakinkan diriku, bahwa aku juga harus ikut berbahagia melihatmu dengan nya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas melihat orang yang kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku pilihan satu-satunya.

Tenanglah, aku sudah melupakanmu. Sudah ada seorang yang baru, yang tak begitu kucinta, tapi kehadirannya bisa sedikit mengundang senyum dibibirku. Aku tak tau, apakah perasaan pada dia itu adalah cinta. Aku tak berusaha memahami, apakah hubungan yang kami jalani selama ini adalah ketertarikan sesaat atau hanya sarana untuk menyembuhkan luka hatiku? Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu berdua, tapi segalanya terasa biasa saja. Tak ada ledakkan yang begitu menyenangkan ketika aku bertatap mata dengannya.

Semakin aku berusaha melawan, semakin aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak lagi sama. Aku tak ingin ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masalalu menjadi penyiksa untuk dia yang ingin membahagiakan aku kelak. Aku hanya berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang memang harus kuketahui. Aku tak ingin lagi di bohongi oleh kesemuan yang membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.

Aku ingin kebahagiaanmu terjamin olehnya. Aku ingin kamu bahagia dengannya. Disini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu dalam doa. Aku tak sempat membuatmu tersenyum dan biarkan saja kamu tak tau ada seorang yang terluka diam-diam disini.


THE END.

Cinta Butuh Waktu

Senyumnya adalah bagian yang paling kuhafal. Setiap hari kunikmati senyum itu sebagai salah satu pasokan energiku. Kali ini pun sama, ketika ku pandangi ia yang sedang menulis sesuatu dikertasnya. Matanya sesekali mengarah padaku, ia menyimpulkan senyum itu lagi.

Aku yang sedang menggambar sketsa wajahnya, memerhatikan setiap lekuk pahatan tangan Tuhan. Detail wajahnya tak ku lewati seinci pun. Hidungnya yang tak terlalu mancung, pipi dan rahang yang sempurna, dan bentuk bibir yang mencuri perhatian siapapun yang menatap lengkungan senyum itu. Aku penggemarnya, seseorang yang mencintainya tanpa banyak ucap, namun dengan tindakan nyata.

Secara terang-terangan, aku tak pernah bilang cinta, namun selalu ku tunjukkan rasa. Entah lewat sentuhan, perhatian, dan caraku membangun percakapan. Aku mencintainya. Terlalu mencintainya. Sampai-sampai aku tak sadar bahwa kedekatan kita semakin tak terkendalikan, meskipun semua singkat, tapi rasanya cinta begitu terburu-buru mengetuk pintu hatiku.

Di sebuah taman, tempat kami bertemu, tempat kami biasa melakukan hal sederhana yang begitu kami cintai. Ia menulis tentangku. Aku menggambar sosoknya. Setelah karya kami sama-sama selesai, kami saling menukar hasil jemari kami.

“Kamu pernah takut dengan rasa kehilangan?” ucapnya lirih di sela-sela gerakan jemarinya yang masih menulis sesuatu di kertas.

“Pernah dan aku tak akan mau lagi merasakan perasaan itu.” Jawabku secepat mungkin, jemariku masih memperbaiki gambarku yang hampir selesai. Kuperhatikan lagi bentuk wajahnya. Seandainya aku punya keberanian untuk menyentuh wajah itu, selancang ketika aku menyentuh batang pensil saat menggambar.

“Kalau kau sudah berusaha begitu kuat, namun kautetap bertemu pada rasa kehilangan, apa yang akan kau lakukan?”
Kubiarkan pertanyaannya menggantung di udara sesaat. Kuberi jeda waktu agar ia masih bertanya-tanya pada rasa penasaran dalam hatinya. Semilir angin dan goresan pensilku di kertas lebih terdengar jelas dalam keheningan kami berdua.

“Apa yang akan aku lakukan?” aku mengulang pertanyaan darinya, semakin membangun rasa penasarannya yang membesar.

Keningnya mengkerut ketika pertanyaan kuulang, “Iya, apa yang akan kaulakukan jika rasa kehilangan tiba-tiba menyergapmu meskipun kamu sudah berusaha keras untuk menggenggam?”

Helaan napasku terdengan santai, “Aku akan selalu bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku harus merasakan kehilangan. Setelah aku tau jawabannya, demi apapun, aku tak akan mengulang kesalahanku lagi. Dan, aku akan semakin memaknai pertemuan sebagai hal yang tak boleh disia-siakan.”

Jawabku membuat ia semakin tajam menatp wajahku, aku yang menunduk dan masih menggambar, jadi salah tingkah ditatap dengan tatapan seperti itu. Ia arahkan jemarinya keatas kepalaku dan membelai rambutku. Aku tak tahu maksud dari sentuhan itu, entah mengapa seketika tubuhku tak bisa memberi banyak tanggapan atas sentuhannya. Aku belum bisa merasakan adanya cinta dalam setiap sentuhannya.

Ia kembali menulis, kuintip sedikit ternyata kertas tempat ia menulis sudah hamper penuh. Dengan matanya yang indah, ia kembali meminta perhatianku, “Aku merindukan dia.”

“Wanita itu lagi?” tanggapku dengan cepat.

Ada sesuatu yang bergerak dalam dadaku ketika ia mengucap kalimat singkat itu. Terdengar singkat memang, tapi entah bagaimana rasanya aku harus butuh waktu lama agar tak merasa sakit dengan pernyataan yang seperti itu. Kali ini, aku merasa dianggap tak ada.

“Aku selalu bilang padamu, setiap hati, berkali-kali, tak perlu lagi kamu merindukan seseorang yang bahkan tak pernah menghargai perasaanmu!”
Senyumnya terlihat getir ketika aku berbicara dengan nada tinggi.

“Apakah bagimu, ada kehilangan yang tak menyakitkan?”

“Semua kehilangan pasti menyakitkan, kita sebagai manusia hanya bisa mengobati setiap luka, sendirian atau bersama seseorang yang baru. Itu semua pilihan yang kita tentukan sendiri.”

Tanpa menatap wajahku, ia kembali mengajakku bicara, “Apakah obat pengering dari luka basah bernama kehilangan?”

Aku berhenti menggambar. Kuketuk-ketuk pensilku di atas kertas dan berpikir dengan serius. “Luka pasti kering, tapi bekasnya akan selalu ada. Keikhlasan dan kepasrahanlah yang membuat bekas luka tak lagi perih.”

“Lantas, apa lagi?”

“Membuka hati untuk seseorang yang baru!” seruku dengan nada bersemangat, dengan senyum singkat.

“Ah, tapi bukankah semua butuh waktu? Termasuk juga soal cinta.”

“Tapi, sampai kapan kaubutuh waktu? Sampai orang yang mencintaimu pada akhirnya memilih pergi, karena tak terlalu kuat diabaikan berkali-kali?”

Aku tertawa dalam hati, menertawai diri sendiri.

          “Lihatlah, kamu melucu!” ia ikut tertawa sambil terus melanjutkan tulisannya, “Cinta memang butuh waktu dan waktu yang dibutuhkan cinta adalah teka-teki yang sulit diprediksi.”

“Ah, kamu ini, semua hanya soal kesiapan hati.” Bibirku meringis, mencoba menutupi hatiku yang mulai nyeri, “Jangan pernah takut dengan orang baru yang datang kedalam hatimu, karena ia tak ingin banyak hal, selain membahagiakanmu.”

“Aku juga berpikir begitu, tapi aku takut jika luka yang masih kubawa, akan menjadi luka baru di hati orang yang mencoba masuk kedalam hatiku.”

“Bagi orang yang ingin membahagiakanmu, tak akan pernah ada luka, meskipun cinta yang ia tunjukkan begitu lambat kaurasakan.”

“Tak akan pernah ada luka?” tanyanya dengan wajah tak percaya, ia menatapku sekali lagi, dengan tatapan sangat serius, kali ini.

“Ketika tulus mencintai seseorang, ia akan melakukan banyak hal karena ia mencintaimu, bukan karena ia memikirkan apa yang akan ia dapatkan ketika ia mencintaimu.”

“Begitu manisnya cinta…..”

“Lebih manis lagi jika tak hanya satu orang yang berjuang untuk membahagiakan, harus saling membahagiakam.”

Kalimatku membuatnya tersenyum lebar. Ia membubuhi tanda tangan untuk mengakhiri karya tulisnya dikertas. Aku menulis namaku dan tanggal pebuatan gambar ketika aku selesai menggoreskan goresan terakhir.

Setelah harya tulisnya selesai dan karya gambarku selesai. Kebiasaan itu terulang, kami saling menutup mata sebelum dia melihat gambarku dan aku membaca tulisannya ketika karyanya ada di tanganku dan karyaku ada di tangannya, kami pada akhirnya membuka mata.

Ia menikmati gambarku dengan senyum memesona, senyum paling kucintai dan kukagumi. Gambarku adalah sosoknya yang kujadikan sketsa dikertas A4. Aku tak melewatkan detail wajahnya yang indah. Ia mengucapkan terima kasih. Aku bisa menebak wajahnya yang terharu ketika karya itu ku beri judul Masa Depan.

Giliran aku yang membaca karya tulisnya. Awalnya, kukira ia menulis tentangku, tapi ternyata aku salah. Ia menulis tentang seseorang yang bukan aku, seseorang yang hidup dalam masalalu dan kenangannya. Hatiku teriris membaca setiap paragraph dalam tulisannya, tak ada aku disana. Aku hanya membaca tentang sosok lain, sosok yang dulu ia ceritakan dengan wajah sedih, sosok yang begitu kubenci karena menyia-nyiakan seseorang yang kucintai saat ini. Karya tulis itu ia beri judul Masa Lalu.

Aku mengulum bibirku. Usahaku masih terlalu dangkal baginya. Cinta yang kutunjukkan ternyata belum cukup menyentuh hatinya. Ia masih terpaut pada masa lalu ketika aku sudah menganggap sosoknya sebagai masa depan. Ia masih belum melupakan masa lalunya, ketika aku secara perlahan-lahan berusaha menyembuhkan lukanya yang perih.

Aku belum berhasil seutuhnya.

Ah, mungkin aku masih harus terus berjalan dan berjuang lebih dalam. Aku akan terus berjuang, sampai ia juga menganggapku masa depan, seperti aku selalu menganggap dia sebagai bagian masa depanku.

Cinta butuh waktu. Butuh waktu untuk membuat ia segera melupakan masa lalunya kemudian mencintaiku. Butuh waktu untuk membuat ia memahami, ada cinta yang lebih masuk akal untuk ia percayai.

Cinta memang butuh waktu...